JAKARTA - Komisi Pemilihan umum (KPU) telah mengirimkan Peraturan KPU (PKPU)
tentang pencalonan anggota legislatif termasuk didalmnya larangan mantan koruptor ikut pemilu legislatif (pileg) bebrapa waktu lalu ke kementrian Hukum dan HAM.
KPU mendapat banyak dukungan dari sejumlah kalangan antikorupsi dan pegiat pemilu dan masyarakat umum terkait upaya mereka mencegah tindak pidana korupsi di kalangan wakil rakyat dengan mengatur koruptor 'nyaleg melalui PKPU.
Namun tak sedikit pula anggota DPR yang menolak usulan tersebut
karena dalih larangan tak di atur dalam undang-undang nomor 7tahun 2017 tentang pemilihan umum yang sudah diputuskan.
pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menegaskan, upaya KPU tersebut perlu didukung seluruh komponen masyarakat, Hanya saja, Ia menyebut masalah sebenarnya ada di UU Pemilu yang sudah di tetapkan.
"Saya sangat setuju kalau eks koruptor tidak boleh nyaleg. "kata Bivitri saat dihubungi SINDOnews, Minggu (3/6/2018)
Salah satu pelopor Pusat Studi hukum dan Kebijakkan (PSHK) Universitas indonesia itu menilai, Niat KPU yang ingin berperan dalam agenda pencegahan dan pemberantasan diakuinya terbentur dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. (Baca:Diharapkan Peranturan KPU Larang Koruptor Nyaleg Tak Digugat)
"Menurut UU 12tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
memang PKPU harus sesuai UU, "Ungkapnya.
Seperti diketahui, Rapat Dengar pendapat terakhir antar akomisi II DPR.Pemerintah
KPI dan bawaslu disepekati bahwa usulan KPU yang melarang eks koruptor ikut pileg tak disetujui oleh DPR,
Pemerintah dan bawaslu.
Kendati begitu, KPU tetap keukeuh untuk melarang koruptor nyaleg dengan mengirim PKPU ke kemenkumham. Lembaga penyelenggraan pemilu itu berharap, setelah PKPU itu di undangkan tak di gugat masyarakat.
Posting Komentar