Info worlcup 2022 Berita Terkini situs 100% cepmek|sbobet|on88id

Slide

Landscape

Gara-gara Ahok, internal PDIP saling sikut


Agen judi online - PDI Perjuangan sebagai satu-satunya partai yang dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilgub DKI Jakarta 2017, hingga saat ini belum memutuskan sikap politiknya. Akibatnya, kader-kader internal PDIP tidak satu suara dan terkesan pecah.

Mereka saling sikut walaupun dalam bentuk pernyataan di media. Ada kader yang menghendaki dan mendukung calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Tetapi, tak sedikit pula yang terang-terangan dan tegas menolak Ahok sebagai calon gubernur DKI periode selanjutnya.

Ahok bermanuver menyambangi markas PDIP untuk bertemu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Tak sendirian, Ahok ditemani Ketua DPP PDIP Bidang Keanggotaan dan Organisasi yang juga Wakil Gubernur DKI Jakarta, Saiful Hidayat.

Kepada PDIP, Ahok ingin meminang Djarot sebagai pasangan duetnya untuk maju di Pilgub DKI Jakarta 2017. Ahok merasa paling cocok dengan Djarot.

"Jadi kalau saya mau ngajak Pak Djarot, saya mesti sowan sama pemiliknya. Pemiliknya itu bukan Bu Mega secara pribadi tapi, Bu Mega sebagai ketua umum partai," kata Ahok saat itu.

Ahok juga menawarkan PDIP bergabung dengan tiga partai lain yang sudah mendukungnya yakni Partai Hanura, Partai NasDem, dan Partai Golkar. Dalam pertemuan itu, Ahok juga mengklaim bila Megawati menyetujui dirinya maju bersama Djarot di Pilgub DKI 2017.



Pertemuan tersebut seolah-olah PDIP telah memberikan tiket kepada Ahok. Bahkan, dihembuskan kabar bila deklarasi pasangan Ahok-Djarot bakal dilakukan dalam waktu dekat.

Namun, faktanya PDIP masih belum memutuskan. Di tingkat bawah PDIP sendiri masih terjadi perbedaan pendapat dan belum satu suara. Gara-gara Ahok, mereka kader PDIP saling sikut.

Sebut saja politikus PDIP Masinton Pasaribu yang meminta Ahok tidak mencampuri internal partainya terkait dukungan di Pilkada DKI 2017. Ahok berulang kali mengklaim dirinya didukung Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

"Kami minta (Ahok) supaya jangan ikut-ikut mecah belah. Jangan ikut menyebarkan berita hoax. Urus aja jangan nyolot," tegas Masinton, Jakarta, Minggu (21/8).

Menurut dia, apapun keputusan nanti adalah hak dan domain PDIP. Ahok atau siapapun juga tidak berhak untuk menginformasikan ke publik akan suatu hal yang belum pasti.

Masinton mengatakan belum ada pembicaraan internal terkait dukungan partainya. Malah, kata dia setiap informasi yang beredar jika PDIP akan dukung Ahok sangat tidak jelas.

"Informasi PDIP dukung si A itu hoax semua," tegas Masinton.

Selanjutnya Wakil Sekjen PDIP Achmad Basarah menjawab isu dirinya akan mendeklarasikan pasangan Ahok-Djarot di Pilgub DKI. Menurutnya, kabar itu sengaja dihembuskan oleh pihak tak bertanggung jawab.



" Berita bohong yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," katanya, Minggu (21/8).

Keputusan mengenai pasangan calon gubernur, lanjutnya, merupakan otoritas Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai pemegang mandat hak prerogatif partai sesuai AD/ART.

Basarah menegaskan, Mega sangat memperhatikan harapan masyarakat Jakarta untuk mendapatkan pemimpin yang dapat membawa kesejahteraan. Terlebih sebagai ibu kota, kata Basarah, DKI harus menjadi etalase republik di mata dunia internasional.

"Diperlukan pemimpin yang berjiwa gotong royong dan mengayomi semua lapisan masyarakat, terutama kaum marhaen yang nasibnya harus diselamatkan dan disejahterakan," jelasnya.

Selanjutnya, ada kelompok-kelompok penentang Ahok. Bahkan belakangan ini semakin kencang menolak mendukung Ahok menjabat kembali sebagai gubernur DKI. Dalam rapat konsolidasi di markas DPD PDIP DKI Jakarta, sejumlah kader dengan penuh semangat dan kompak menyanyikan lagu 'Ahok Pasti Tumbang'.

Wakil ketua Badan Pemenangan Pemilu DPD PDIP DKI Jakarta, Gembong Warsono membenarkan video itu dinyanyikan kader PDIP. Video berdurasi 31 detik itu dibuat saat rapat konsolidasi internal partai di DPD PDIP DKI Jakarta.



"Iya itu dibuat saat rapat konsolidasi hari Jumat malam," kata Gembong.

Adanya perpecahan atau beda sikap di internal PDIP terkait Pilgub DKI Jakarta juga diakui Ketua DPP Bidang Keanggotaan dan Organisasi PDIP, Djarot Saiful Hidayat. Menurut Djarot, perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah dalam dunia politik, apalagi belum ada keputusan resmi dari DPP PDIP.

"Ah itu biasa (pecah suara), sebelum ada keputusan, tapi sesudah ada keputusan mereka laksanakan. Siapapun pasti ada (pro kontra). Tapi secara hati itu mereka menunggu dari keputusan," kata Djarot di Museum Satriamandala, Jakarta Pusat, Minggu (21/8).

Djarot menegaskan, meski DPD dan DPC di Jakarta telah menyatakan menolak Ahok kembali memimpin, namun bila sudah ada keputusan DPP akan tetap dilakukan.

"DPC, DPD sudah menggunakan haknya untuk menyampaikan aspirasi dan sudah diterima di DPP dan di DPP digodok. Kita tunggu rekomendasi dari DPP," tegas Djarot.

Berbeda dengan Politisi senior PDIP Maruarar Sirait. Dia menyakini partainya akan segera memberikan dukungan kepada Ahok. Pria akrab disapa Ara ini menyebut ada 3 sinyal diberikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mendukung Ahok.



"Saat ultah Bu Mega, Ahok dapat tumpeng pertama, lalu dapat buku pertama di acara Museum Kota Tua dan saat haul Pak Taufik saya melihat bagaimana hubungan yang sangat baik antar keduanya," kata Ara.

Di sisi lain, nama Tri Rismaharini alias Risma belakangan ramai mendapat dukungan pelbagai elemen masyarakat untuk maju dalam Pilgub DKI 2017. Risma diminta untuk bersiap-siap bila nantinya Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri jadi mengusungnya. Apalagi Risma merupakan kader, otomatis mesti tunduk sebagai petugas partai.

Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan Pusat DPP PDIP, Eva Kusuma Sundari menuturkan, pihaknya sadar bahwa Risma sebagai wali kota hatinya masih buat Surabaya. Namun, dirinya juga meminta Risma tidak egois dan harus mengikuti aturan partai, terutama dalam Pilgub DKI nanti.

"Bu Risma harus tetap siap-siap atau 'stand by' jika dalam proses ini diminta maju, dan petugas partai memang harus seperti itu," kata Eva, Sabtu (20/8).

Semua keputusan penting di PDIP memang diambil Megawati. Nasib petugas partai harus mengikuti tiap titahnya. Contohnya nasib Joko Widodo (Jokowi) sebelum jadi presiden.

Labels:

Posting Komentar

[blogger]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget